Contoh Makalah Tentang SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Gambar

 

 

 

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR
Kami panjatkan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam kita haturkan
kepada baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membawa
kita dari zaman kejahiliyaan menuju zaman ilmu pengetahuan yang menjadikan
manusia cerdas dan berwawasan luas.
Dalam penyelesaian makalah ini kami mengalami banyak kesulitan,
karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Namun karena berkat dari usaha dan
bantuan dari beberapa pihak, makalah ini dapat terselesaikan meski masih banyak
terdapat kekurangan.
Ucapan terima kasih kami kepada dosen pembimbing Muh. Zuhdy
Hamzah, S. S, M, Pd. yang telah memberikan motivasi dan dorongan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Harapan kami adalah semoga kritik dan saran dari pembaca tetap
tersalurkan kepada kami, dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat,
sehingga dapat menjadi panutan ilmu pengetahuan. Amin.
Gowa, 18 September 2013
Kelompok III

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………… 1
C. Tujuan Masalah …………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Bahasa Indonesia ……………………………………………………. 3
B. Kedudukan Bahasa Indonesia ……………………………………………… 13
C. Fungsi Bahasa Indonesia …………………………………………………….. 18
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ……………………………………………………………………………… 22
A. Kritik dan Saran …………………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah
mencapai perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah pemakainya,
maupun dari segi tata bahasa dan kosa kata serta maknanya. Sekarang Bahasa
Indonesia telah menjadi bahasa modern yang digunakan dan dipelajari tidak
hanya di seluruh Indonesia tetapi juga di banyak negara. Bahkan keberhasilan
bangsa Indonesia dalam mengajarkan Bahasa Indonesia kepada generasi
muda dicatat sebagai prestasi dari segi peningkatan komunikasi antara warga
Negara Indonesia. Mahasiswa peserta kuliah perlu disadarkan akan kenyataan
ini dan ditimbulkan kebanggaannya terhadap bahasa Nasional kita.
Mahasiswa yang berkepribadian baik adalah mahasiswa yang menghargai
sejarah perkembangan Bahasa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah bahasa Indonesia ?
2. Bagaimana kedudukan bahasa Indonesia ?
3. Apa fungsi bahasa Indonesia ?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan tentang bagaimana sejarah lahirnya bahasa
Indonesia.
2. Dapat mengetahui kedudukan bahasa Indonesia.
3. Dapat menjelaskan tentang fungsi bahasa Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa
Austronesia yang telah di gunakan sebagai lingua franca di nusantara sejak abadabad
awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk
bahasa sehari-hari ini sering di namai dengan istilah Melayu pasar. Jenis ini
sangat lentur sebab sangat mudah di mengerti dan ekspresif, dengan toleransi
kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai
bahasa yang di gunakan para penggunanya.
Selain Melayu pasar terdapat pula istilah Melayu tinggi. Pada masa lalu
bahasa Melayu tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatra,
Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat
halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa Melayu pasar. Pemerintah
kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu pasar mengancam
keberadaan bahasa dan budaya. Belanda berusaha meredamnya dengan
mempromosikan bahasa Melayu tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya
sastra dalam bahasa Melayu tinggi oleh balai pustaka. Tetapi bahasa Melayu pasar
sudah terlanjur di ambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
Penamaan istilah “bahasa Melayu” telah di lakukan pada masa sekitar 683-
686 M. Yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti berbahasa
Melayu kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasati ini di tulis dengan
aksara Pallawa atas perintah raja Kerajaan Sriwijaya, kerajaan Maritim yang
berjaya pada abad ke-7 dan ke-8. Wangsa Sailendra juga meninggalkan beberapa
prasasti Melayu kuno di Jawa Tengah. Keping Tembaga Laguna yang di temukan
di dekat Manila juga menunjukkan keterkaitan wilayah itu dengan Sriwijaya.
Awal penamaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional
Kedua di Jakarta, di canangkanlah penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa
untuk negera Indonesia pasca-kemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya
sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun
beliau memilih bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang
di tuturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau di pilih sebagai bahasa persatuan negara Republik
Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Jika bahasa Jawa di gunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di
Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang
merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar di pelajari di bandingkan dengan bahasa
Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang
digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun
pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat
menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
3. Bahasa Melayu Riau yang di pilih, dan bukan bahasa Melayu Pontianak,
Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta (Betawi), ataupun Kutai,
dengan pertimbangan: Pertama, suku Melayu berasal dari Riau, Sultan
Malaka yang terakhir pun lari ke Riau selepas malaka direbut oleh
Portugis. Kedua, sebagai lingua franca, bahasa Melayu Riau yang
paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa
Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia.
Pada 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia yaitu
Malaysia, Brunei, dan Singapura. Pada saat itu, dengan menggunakan
bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara
kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura biasa di tumbuhkan
semangat patriotic dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia
Tenggara.
Dengan memilih bahas Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu
seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan
persatuan dan kebangsaan. Bahasa Indonesia yang telah dipilih ini kemudian
distandarnisasi (dibakukan) lagi dengan nahwu (tata bahasa), dan kamus baku
juga diciptakan. Hal ini telah dilakukan pada zaman penjajahan Jepang.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak zaman dahulu
sudah digunakan sebagai bahasa perhubungan yang lingua franca bukan hanya di
Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara.
Bahasa Melayu mulai diapakai di kawasan Asia Tenggara sejak Abad ke-
7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan
Bukit, berangka 683 M. (Palembang); Talang Tuwo, berangka 684 M.
(Palembang); Kota Kapur, berangka 686 M. (Bangka Barat); dan Karang Brahi,
berangka 688 M. (Jambi). Prasasti itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa
Melayu kuno. Bahasa Melayu kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya
karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832
M. dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M. yang juga
menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa
kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Buddha. Bahasa Melayu juga
dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa
perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa
yang digunakan terhadap para pedagang yang datang di luar Nusantara.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama
Buddha, Sriwijaya antara lain, menyataka bahwa di Sriwijaya ada bahasa yang
bernama Koen-luen (I-Tsing, 63: 159), Kou-luen (I-Tsing, 183), Koen-luen
(Ferrand, 1919), Kw’enlun (Alisjahbana, 1971: 1089), Kun’lun (Parnikel,
1977:91), Kun ‘lun (Prentice, 1078:190, yang berdampingan denga sangsakerta
yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua franca) di
kepulauna Nusantara, yaitu bahasa Melayu.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak makin jelas dari
peniggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu tertulis seperti tulisan pada batu
nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka 1380 M. Maupun hasil susastra (abad ke-
16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah
Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar kepelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima
oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak
mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu dipakai dimana-mana di wilayah Nusantara serta makin
berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang dipakai
di daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak
budaya daerah. Bahasa melayu menyerap kosa kata dari berbagai bahasa, terutama
dari bahasa Sangsakerta, Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu
pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai fariasi dan dialeg.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara memengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan Bangsa Indonesia.
Komunikasi antar perkumpulan yang bangkit pada masa itu menggunakan bahasa
Melayu. Pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara
sadara mengangkat bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, yang menjadi
bahas persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. (Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928).
Peristiwa-peristiwa penting berkaitan dengan perkembangan bahasa
Indonesia diantranya:
1. Pada 1901, disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu ole Ch.A. Van
Ophuijsen dan dimuat dalam kitab logat Melayu.
2. Pada 1908, pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku
bacaan yang diberi nama Commissie Voor de Volkslectuur (Taman
bacaan rakyat) yang kemudian pada 1917 ia diubah menjadi balai
pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya
dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran
bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Pada 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentuka
dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para
pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kukuhuntuk perjalanan
bahasa Indonesia.
4. Pada 1933, Secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda
yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipinpim oleh
Sultan Takdir Alisyabanah dan kawan-kawan.
5. Pada tarikh 25-28 Juni 1938, dilangsungkanlah kongres bahasa
Indonesia di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa
usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan
secara sadar oleh Cendikiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
6. 1945 ditanda tanganilah Undang Undang Dasar RI 1945, yang salah
satu pasalnya (pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
Negara.
7. Pada 19 Maret 1947, diresmikan penggunaan ejaan Republik (Ejaan
Soewandi) sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku
sebelumnya.
8. Kongres bahasa Indonesia II de Medan pada Tarikh 28 Oktober – 22
November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia
untuk terus menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat
sebagai bahasa Kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa Negara.
9. Pada tanggal 16 Agustus 1972, H.M. Soeharto, Presiden Republik
Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesi Yang
Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang
DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 Tahun
1972.
10. Pada 31 Agustus 1972, Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi
berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
11. Kongres Bahasa Indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada 28
Oktober-2 November 1978 merupakan peristiwa penting bagi
kehidupan bangsa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
12. Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada tarikh
21 Oktober – 2 November 1983. Ia di selenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam rangka
putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa
Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada
semua warga Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
13. Kongres Bahasa Indonesia V diselenggarakan di Jakarta pada tarikh 28
Oktober – 3 November 1988. Ia dihadiri oleh kira-kira 700 pakar
bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara (sebutan bagi negara
Indonesia) dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei
Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia.
Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di
Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia.
14. Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan di Jakarta pada tarikh
28 Oktober – 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar
bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari manca negara meliputi
Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia,
Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia,
serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
15. Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia,
Jakarta pada 26 – 30 Oktober 1998. Kongres itu mengusulkan
dibentuknya badan pertimbangan bahasa dengan ketentuan sebagai
berikut ;
a. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar
yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b. Tugasnya memberikan nasihat kepada pusat pembinaan dan
perkembangan bahasa serta mengupayakan peningkatan
status kelembagaan pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa.
16. Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Jakarta pada 14-17
Oktober 2003.
17. Kongres IX Bahasa Indonesia. Kongres ini akan membahas tiga
persoalan utama :
a. Bahasa Indonesia
b. Bahasa daerah
c. Penggunaan bahasa Asing
Tempat Kongres di Jakarta, pada 28 Oktober-1 November 2008 di
Hotel Bumi Karsa, Kompleks Bidakara, Jalan M. T. Haryono, Jakarta
Selatan. Secara umum, Kongres IX bahasa Indonesia ini bertujuan
meningkatkan peran bahasa dan sastra Indonesia dalam mewujudkan
Indonesia cerdas, kompetitif menuju Indonesia yang bermartabat,
berkepribadian, dan berperadaban unggul.
B. Kedudukan Bahasa Indonesia
1. Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional ditetapkan melalui
ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 yang berbunyi sebagai
berikut:
“Kami poetera dan poeteri Indonesia
mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetera dan poeteri Indonesia
Mendjoendjoeng bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.”
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
a. Lambang kebanggaan nasional
b. Lambang identitas nasional
c. Alat pemersatu berbagai suku bangsa
d. Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan
nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Bangsa indonesia harus
merasa bangga karena adanya bahasa indonesia yang dapat menyatukan berbagai
suku bangsa yang berbeda. Atas dasar kebanggaan inilah, bahasa indonesia
terpelihara dan berkembang serta rasa kebanggaan memakainya senantiasa
terbina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa indonesia kita junjung tinggi di
samping bendera dan lambang negara itu. Untuk membangun kepercayaan diri
yang kuat, sebuah bangsa memerlukan identitas, diantaranya dapat diwujudkan
melalui bahasanya. Dengan adanya sebuah bahasa yang dapat mengatasi berbagai
bahasa dan suku bangsa yang berbeda dapat mengidentikkan diri sebagai suatu
bangsa melalui bahasa tersebut.
Berkat adanya bahasa Nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang
lainnya sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar
belakang budaya dan bahasa dapat terhindarkan. Kalau tidak ada sebuah bahasa,
seperti bahasa Indonesia yang bisa menyatukan suku-suku bangsa yang berbeda,
akan banyak muncul masalah perpecahan bangsa, dan kita dapat bepergian
keseluruh pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai satusatunya
alat komunikasi.
Sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar budaya, bahasa Indonesia
memungkinkan berbagai suku bangsa yang berbeda itu mencapai keserasian hidup
sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan
dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta bahasa daerah yang
bersangkutan. Dengan demikian, kita dapat meletakkan kepentingan nasional di
atas kepentingan daerah (kesukuan) atau golongan.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dengan masih
digunakannya bahasa Indonesia sampai sekarang. Contohnya saja India, Malaysia,
dan lain-lain yang harus bisa menggunakan bahasa Inggris juga dalam berbagai
media komunikasi misalnya saja buku, koran, acara pertelevisian, website, dan
lain-lain. Bahasa nasional juga sebagai alat pemersatu bangsa yang berbeda suku,
agama, ras, adat istiadat, dan budaya.
2. Kedudukan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa negara pada tanggal 18
Agustus 1945 dalam Undang-Undang Dasar 1945, BAB XV, pasal 36. Sebagai
bahasa negara bahasa Indonesia berfungsi:
a. Bahasa resmi kenegaraan, yang mana digunakannya bahasa Indonesia
dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945. Mulai saat itu dipakailah
bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.
b. Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dengan pemakaian bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan dari taman
kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak juga
harus berbahasa Indonesia. Cara ini akan sangat membantu dalam
meningkatkan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu
pengeyahuan dan teknologi (IPTEK).
c. Alat perhubungan di tingkat nasional, dibuktikan dengan digunakannya
bahasa Indonesia dalam hubungan antarbadan pemerintah dan
penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu
hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media
komunikasi massa. Tujuan agar isi atau pesan yang disampaikan dapat
dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
d. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dibuktikan dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi, baik
melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah
ilmiyah, maupun media cetak lainnya.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai untuk urusanurusan
kenegaraan. Dalam hal ini, pidato-pidato resmi, dokumen, dan surat resmi
harus ditulis dalam bahasa Indonesia. Upacara-upacara kenegaraan juga
dilangsungkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa
Indonesia dalam acara-acra kenegeraan sesuai dengan UUD 1945 mutlak
dilakukan.
Sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan, bahasa Indonesia merupakan
satu-satunya bahasa yang dapat memenuhi kebutuhan akan bahasa yang seragam
dalam pendidikan di Indonesia. Bahasa Indonesi merupakan bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi,
kecuali di daerah-daerah yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa
pengantar sampai dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Sebagai Alat perhubungan di tingkat nasional untuk kepentingan
pembangunan dan pemerintahan, bahasa indonesia dipakai bukan saja sebagai alat
komunikasi timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat luas, dan bukan saja
sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar suku, melainkan juga sebagai alat
perhubungan dalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan
bahasanya. Kalau ada lebih dari satu bahasa yang digunakan sebagai alat
perhubungan, keefektifan pembangunan dan pemerintahan akan terganggu karena
akan diperlukan waktu yang lebih lama dalam berkomunikasi. Bahasa indonesia
dapat mengatasi hambatan ini.
Sebagai alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi
bahasa Indonesia merupakan satu-satunya bahasa di Indonesia yang memenuhi
syarat untuk itu karena bahasa Indonesia telah dikembangkan untuk keperluan
tersebut dan bahasa ini dimengerti oleh sebagian besar masyarakan Indonesia.
Pada saat yang sama pula bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk
menyataka nilai-nilai sosial budaya nasional.
C. Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan kebangsaan,
2. Lambang identitas nasional,
3. Alat perhubunganantarwarga, antardaerah, dan antarbudaya,
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke
dalam kesatuan kebangsaan Indonesia.
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita.
Atas dasar kebangsaan ini, bahasa Indonesia kita pelihara dan kita kembangkan,
rasa kebanggaan memakainya senantiasa kita bina.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di
samping bendera dan lambang negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini
bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula sehingga ia
serasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat
memiliki identitasnya hanya apabila masyarakat pemakainya bersih dari unsurunsur
bahasa lain, terutama bahasa asing seperti bahasa Inggris, yang tidak benarbenar
diperlukan.
Fungsi bahasa Indonesia yang ketiga sebagai bahasa nasional adalah
sebagai alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarsuku bangsa. Berkat
adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian
rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial
budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan. Kita dapat bepergian dari pelosok
satu ke pelosok yang lain di tanah air kita dengan hanya memanfaatkan bahasa
Indonesia sebagai satu-satunya alat komunikasi.
Fungsi Bahasa Indonesia yang keempat dalam kedudukannya sebagai
bahasa nasional adalah sebagai alat yang memungkinkan terlaksananya penyatuan
berbagai-bagai suku bangsa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan
bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat. Di
dalam hubungan ini, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku
bangsa ini mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak
perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial
budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Lebih dari itu,
dengan bahasa nasional itu kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di
atas kepentingan daerah atau golongan.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai:
1. Bahasa resmi kenegaraan,
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,
4. Alat pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai di dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, baik dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Termasuk dalam kegiatan-kegiatan itu adalah dokumen-dokumen
dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
badan-badan kenegaraan lainnya, serta pidato-pidato kenegaraan.
Fungsinya yang kedua di dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara,
bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan
mulai taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia,
kecuali di daerah-daerah, seperti Aceh, Batak, Sunda, Jawa, Madura, Bali, dan
Makassar yang menggunakan bahasa daerahnya sebagai bahasa pengantar sampai
dengan tahun ketiga pendidikan dasar.
Fungsi yang ketiga didalam kedudukanya sebagai bahasa Negara, bahasa
Indonesia adalah sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk
kepentingan pelaksanaan pemerintah.di dalam hubungan dengan fungsi ini.
bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat komunikasi timbal balik antara
pemerintahan dan masyarakat luas,dan bukan saja sebagai alat perhubungan antar
daerah dan antar suku, melainkan sebagai alat perhubungan didalamnya
masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasanya.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa
Austronesia yang telah di gunakan sebagai lingua franca di nusantara sejak abadabad
awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya.
Kedudukan bahasa indonesia sebagai bahasa nasional ditetapkan melalui
ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 . Dan kedudukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1. Bahasa resmi kenegaraan,
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,
4. Alat pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Dan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1. Lambang kebanggaan nasional
2. Lambang identitas nasional
3. Alat pemersatu berbagai suku bangsa
4. Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya

B. Saran
Dengan pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga
pendidikan dari taman kanak-kanak, maka materi pelajaran yang berbentuk media
cetak juga harus berbahasa Indonesia.
Berkat adanya bahasa nasional, kita dapat berhubungan satu dengan yang
lain sedemikian rupa sehingga kesalahpahaman sebagai akibat perbedaan latar
belakang sosial budaya dan bahasa tidak perlu dikhawatirkan.

DAFTAR PUSTAKA
DR. Alek & Prof. DR. H. Ahmad H.P. “Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi”. Jakarta: Kencana, 2011.
Http://Sejarah Bahasa Indonesia _ indoSastra.com.htm

Contoh Makalah Tentang Ejaan Yang Disempurnakan

MAKALAH BAHASA INDONESIA
EYD (EJAAN YANG DISEMPURNAKAN)
KELOMPOK III :
M. RIZKI
ANDI NURUL HIDAYATULLAH
ZAINAL ABIDIN
NISMAWATI
FIYULA EL SYARAH
WAHYUNI AULIA AR
RISKA AMALIAH
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN II SAMATA KAB.GOWA
2013
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan rasa syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Shalawat dan salam kita haturkan
kepada baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah membawa
kita dari zaman kejahiliyaan menuju zaman ilmu pengetahuan yang menjadikan
manusia cerdas dan berwawasan luas.
Dalam penyelesaian makalah ini kami mengalami banyak kesulitan,
karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Namun karena berkat dari usaha dan
bantuan dari beberapa pihak, makalah ini dapat terselesaikan meski masih banyak
terdapat kekurangan.
Ucapan terima kasih kami kepada dosen pembimbing Muh. Zuhdy
Hamzah, S. S, M, Pd. yang telah memberikan motivasi dan dorongan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Harapan kami adalah semoga kritik dan saran dari pembaca tetap
tersalurkan kepada kami, dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat,
sehingga dapat menjadi panutan ilmu pengetahuan. Amin.
Gowa, 29 September 2013
Kelompok III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 1
C. Tujuan Masalah ……………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian EYD …………………………………………………………………….. 2
B. Pemakaian Huruf dalam Ejaan yang Disempurnakan ……………………. 2
C. Pemenggalan Kata Dasar Menurut EYD …………………………………….. 5
D. Penggunaan dan Tata Tulis dalam EYD ……………………………………… 8
BAB III PENUTUP
A. Simpulan …………………………………………………………………………………..11
A. Kritik…………………………………………………………………………………………11
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………….13
BAB I
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Dasar yang paling baik untuk melambangkan bunyi ujaran atau bahasa
adalah satu bunyi ujaran yang membedakan arti dilambangkan dengan satu
lambang tertentu. Lambang yang dipakai untuk mewujudkan bunyi ujaran itu
biasa disebut huruf. Dengan huruf-huruf itulah manusia dapat menuliskan gagasan
yang semula hanya disampaikan secara lisan.
Keseluruhan peraturan tentang cara menggambarkan lambang-lambang
bunyi ujaran dalam suatu bahasa termasuk masalah yang dibicarakan dalam ejaan.
Yang dimaksud dengan ejaan adalah cara melafalkan dan menuliskan huruf, kata,
unsur serapan, dan tanda baca. Bahasa Indonesia menggunakan ejaan fonemik,
yaitu hanya satuan bunyi yang berfungsi dalam bahasa Indonesia yang
dilambangkan dengan huruf.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) ?
2. Bagaimanakah pemakaian dalam EYD ?
3. Bagaiamana pemenggalan kata dasar menurtu EYD ?
4. Bagaiamana penggunaan dan tata tulis dalam EYD ?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan tentang pengertian EYD
2. Dapat menjelaskan tentang pemakaian huruf dalam EYD
3. Dapat menjelaskan tentang pemenggalan kata dasar menurut EYD
4. Dapat menjelaskan tentang penggunaan dan tata tulis dalam EYD
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ejaan yang Disempurnakan (EYD)
Yang dimaksud dengan ejaan adalah kaidah cara menggambarkan/
melambangkan bunyi-bunyi ujaran (kata, kalimat dan sebagainya) dan bagaimana
hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam
suatu bahasa).
B. Pemakaian Huruf dalam Ejaan yang Disempurnakan
1. Pemakaian Huruf
Yang dimaksud dengan ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana
melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambanglambang
baik pemisahan maupun penggabungan1. Bunyi ejaan huruf dari masa
kemasa terus mengalami perubahan yang mulanya pada tahun 1901 menggunakan
ejaan Van Ophuisjen yang memiliki penulisan beberapa huruf yang khas, yaitu:
a. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata kamoe, iboe, restoe, dan lain-lain.
b. Huruf ‘ digunakan dalam menuliskan kata-kata ta’zim ’akal, ta’, ma’mur,
ra’yat, dan lain-lain.
c. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, sajang, bajangan, saja (aku),
dan lain-lain.2
Periode salanjutnya ialah ejaan Soewandi yang diresmikan pada tanggal 19
Maret 1947 memiliki beberapa penulisan huruf yang khas, yaitu:
a. Huruf u digunakan untuk menggantikan huruf oe dalamm ejaan van
Ophuisjen. Huruf u digunakan dalam kata-kata sayu, rayu, kayu, kamu,
dan lain-lain.
1Arifin, Zainal dan Tasai, Amran, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan
Tinggi, Jakarta, Akademika Pressindo, 2003, hlm .170.
2 Rumaningsih, Endang, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang, Rasail, 2006,
hlm. 77
b. Huruf k dipergunakan untuk menggantikan huruf ‘ dalam ejaan van
Ophuisjen. Huruf k digunakan dalam menulis kata-kata rakyat, tak, takzim,
dan lain-lain.
c. Perangkaian penulisan awalan di dengan kata benda yang mengikutinya,
seperti dikampus, dimasjid, dan dikelas.
Disamping itu, ejaan soewandi juga mempergunakan huruf-huruf berikut:
a. dj untuk menuliskan kata djalan, djadwal, djaja, dan sebagainya.
b. tj untuk menuliskan kata-kata tjahaya, tjara, tjermin, dan sebagainya.
c. nj untuk menuliskan kata-kata njonja, kenjang, dan njata.
Dengan berlakunaya Ejaan yang Disempurnakan, terjadi beberapa perubahan
penulisan huruf. Perubahan tersebut antara lain:
a. Penulisan awalan di yang sebelumnya dirangkai dengan kata yang
mengikutinya, kemudian dipisahkan, contoh: di rumah, di perpustakaan,
dan di kebun.
b. Perubahan lambang-lambang bunyi (huruf), yaitu :
 dj berubah menjadi j, contoh jalan, jasa, dan jual.
 tj berubah menjadi c, contoh cerita, cara, dan cacat.
 nj berubah menjadi ny, contoh nyata, menyesal, dan tanya.
Penulisan huruf dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
mendapatkan penjelasan yang rinci untuk menciptakan keseragaman dalam
penulisannya. Ejaan yang Disempurnakan meletakkan kaidah-kaidah yang jelas
mengenai begaimana huruf-huruf herus di tulis dalam suatu kalimat. 3
2. Penulisan Huruf Kapital
Dalam pedoman umum ejaan bahasa indonesia yang disempurnakan,(2007)
terdapat lima belas penulisan huruf kapital.
Huruf kapital (huruf besar) adalah huruf-huruf A,B,C,D,E, dst. Kaidah –
kaidah EYD yang berkaitan dengan penulisan huruf kapital adalah :
3.Ibid. Hlm. 78 – 79.
a. Huruf kapital ditulis pada awal kalimat dan awal kalimat yang merupakan
petikan langsung, contoh:
 Keadilan adalah sebuah konsep yang abstrak.
 Rasulullah berkata “Perbuatan manusia bergantung pada niatnya”
b. Huruf kapital digunakan untuk awal nama orang, gelar kehormatan yang
diikuti nama orang dan kata sebutan yang diikuti dengan nama orang,
contoh: Sayyid Qutb adalah seorang ahli tafsir kenamaan.
Sebutan yang menggantikan nama orang atau untuk menyebut orang
secara langsung mempergunakan huruf kapital, contoh: Kami harap
Saudara bisa menerima tugas itu dengan baik. Akan tetapi, gelar dokter
tetap ditulis dengan huruf kecil, contoh: Setelah menempuh pendidikan
S3, putra pak Ari menyandang gelar Doktor raharjo, sedangkan putrinya
yang lulus dari S1 kedokteran menyandang gelar dokter.
c. Huruf kapital digunakan dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan
agama, seperti kitab suci, hari raya dan Tuhan, contoh: Pada Fakultas
Ushuluddin diajarkan perbandingan agama sehingga mengenal agama
Hindu, Kristen, Bhuda, maupun Yahudi.
d. Huruf kapital digunakan untuk menulis nama negara, bangsa, dan suku
contoh: Ahmad berasal dari negara Thailand. Tetapi:
 Pisang, khususnya pisang ambon sangat baik untuk pencernaan.
 Salah satu bahan untuk membuat dawet adalah gula jawa.
e. Huruf kapital digunakan untuk menyebut nama-nama hari, bulan tahun
dan peristiwa bersejarah contoh: Setiap tanggal 17 Agustus, rakyat
Indonesia memperingati Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
f. Huruf kapital digunakan untuk menyebut nama-nama khas letak
geografis, contoh: Pernahkah kalian mendengan Air Terjun Niagara?
g. Huruf kapital digunakan dalam lambang pemerintahan dan dokumentasi
resmi, contoh: Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan dengar pendapat
denagn mentri kehutanan. 4
4 Ibid. Hlm.79 – 80.
h. Huruf kapital digunakan dalam judul buku, skripsi, tesis, disertasi, artikel,
berita koran dan berita majalah, contoh: Novel Anak Semua Bangsa
adalah karya satrawan besar Indonesia, Pramudya Ananta Toer.
Catatan:
Kata-kata di, ke, dari, yang, dan untuk yang terdapat dalam judul, kecuali
yang berada di awal kalimat, ditulis dengan huruf kecil.
3. Huruf Miring (Italic)
Huruf miring digunakan untuk hal-hal berikut:
a. Penulisan judul karya ilmiah, novel, artikel, dan berita, contoh: Buku
Islam karya Fazlur Rahma menyajikan analisis yang mendalam
mengenai berbagai bidang agama Islam melalui pendekatan sejarah.
b. Penegasan dan pengkhususan huruf, kata, atau kelompok kata,
contoh: Ejaan Soewardi menggunakan huruf tj untuk kata-kata tjatat
dan tjatjat, sedangkan EYD menggunakan huruf c untuk kata-kata
diatas.
c. Penulisan istilah ilmiah atau istilah-istilah asing yang belum
diadopsi atau diadaptasi oleh Bahasa Indonesia, contoh: Para ulama
menentukan awal Ramadan dan Idul Fitri dengan hisab dan rukyah.5
C. Pemenggalan Kata Dasar menurut EYD
Pemenggalan kata merupakan pemisahan huruf/kelompok huruf dari kata.
Sebelum melakukan pemenggalan kata, yang harus dipahami terlebih dahulu
adalah membedakan huruf vokal dengan huruf konsonan. Huruf vokal terdiri dari
a, i, u, e, o. Sedangkan huruf konsonan adalah huruf selain vokal contoh k, j, l, m,
n, j dan lain – lain.
Setelah memahami huruf vokal dan huruf konsonan, selanjutnya adalah
memahami suku kata. Suku kata merupakan bagian kata, cara mudah menentukan
suku kata yaitu dengan memperhatikan pengucapan.
Pemenggalan kata dasar baik kata Indonesia maupun kata serapan,
dilakukan dengan prinsip otografis.
5 Ibid. Hlm 81– 83
1. Pemenggalan kata yang mengandung sebuah huruf konsonan dilakukan
sebelum huruf konsonan tersebut. Contoh:
kabar > ka-bar
sopan > so-pan
makan > ma-kan
tikam > ti-kam
2. Pemenggalan kata yang mengandung huruf-huruf vocal yang berurutan
ditengahnya dilakukan diantara kedua huruf vocal tersebut. Contoh:
buah > bu-ah
ideal > i-de-al
kuota > ku-o-ta
taat > ta-at
3. Suku kata yang mengandung gugus vocal au, ai, oi, ae, ei, eu, dan ui baik
dalam kata-kata Indonesia maupun dalam kata-kata serapan, diperlakukan
sebagai satu suku. Contoh:
aula > au-la
santai > san-tai
survei > sur-vei
amboi > am-boi
4. Pemenggalan kata yang mengandung dua huruf konsonan berurutan yang
tidak me-wakili satu fonem dilakukan diantara kedua huruf konsonan itu.
Contoh:
arsip > ar-sip
kapten > kap-ten
kurban > kur-ban
caplak > cap-lak
5. Pemenggalan kata yang ditengahnya terdapat gabungan huruf konsonan
yang mewakili fonem tunggal (digraf) dilakukan dengan tetap
mempertahankan kesatuan digraf itu. Contoh:
akhlak > akh-lak
bangku > bang-ku
sunyi > su-nyi
masyarakat > ma-sya-ra-kat
6. Pemenggalan kata yang mengandung tiga atau empat huruf konsonan
berurutan ditengahnya dilakukan diantara huruf konsonan pertama dan
huruf konsonan kedua. Contoh:
instrumen > in-stru-men
implikasi > im-pli-ka-si
kontraktor > kon-trak-tor
7. Pemenggalan kata yang mengandung bentuk trans dilakukan sebagai
berikut:
 Jika trans diikuti bentuk bebas, maka Pemenggalan dilakukan
memisahkan trans sebagai bentuk utuh. Contoh:
transmigrasi > trans-mig-ra-si
transaksi > trans-ak-si
transfusi > trans-fu-si
transplantasi > trans-plan-ta-si
 Jika trans diikuti bentuk terikat, Pemenggalan seluruh data
dilakukan dengan mengikuti pola Pemenggalan kata dasar. Contoh:
transit > tran-sit
transparansi > tran-spa-ran-si
transkripsi > tran-skrip-si
8. Pemenggalan kata yang mengandung eks dilakukan seperti dibawah ini:
 Jika unsur eks ada dalam kata yang mempunyai bentuk sepadan
dengan kata yang mengandung unsur in dan im, Pemenggalan
dilakukan diantara unsur eks dan unsur berikutnya. Contoh:
ekstra > eks-tra
eksternal > eks-ter-nal
eksplisit > eks-pli-sit
ekspor > eks-por
 Bentuk lain yang mengandung unsur eks, dipenggal sebagai kata
utuh. Contoh:
ekses > ek-ses
eksodus > ek-so-dus
eksistensi > ek-sis-ten-si
eksperimen > ek-spe-ri-men
9. Pemenggalan kata yang terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu
unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, Pemenggalan dilakukan
diantara unsur-unsurnya. Contoh :
Fotografi > foto-grafi > fo-to-gra-fi
Biografi > bio-grafi > bi-o-gra-fi
Kilogram > kilo-gram > ki-lo-gram
Pascapanen > pasca-panen >pas-ca-pa-nen
Introspeksi > intro-speksi > in-tro-spek-si
Kecuali :
endoskopis > en-dos-ko-pis
telegrafis > te-le-gra-fis
atmosferis > at-mo-sfe-ris
10. Pemenggalan unsur asing yang berakhiran isme dilakukan sebagai berikut.
 Yang didahului satu vocal, dipenggal setelah huruf vocal. Contoh:
egoisme > e-go-is-me
heroisme > he-ro-is-me
sukuisme > su-ku-is-me
Hinduisme > hin-du-is-me
 Yang didahului konsonan, dipenggal sebelum huruf konsonan.
Contoh:
absolutisme > ab-so-lu-tis-me
humanisme > hu-ma-nis-me
patriotisme > pa-tri-o-tis-me
sadisme > sa-dis-me
D. Penggunaan dan Tata Tulis dalam Ejaan yang Disempurnakan
1. Pelafalan
Salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara
pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pada akhir-akhir ini sering kita dengar orang
melafalkan bunyi bahasa Indonesia dengan keraguan. Keraguan yang dimaksud
ialah ketidakteraturan pengguna bahasa dalam melafalkan huruf. Kesalahan
pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan tidak sesuai dengan
bunyi yang melambangkan huruf tersebut.
Kaidah pelafalan bunyi bahasa Indonesia berbeda dengan kaidah bunyi bahasa
lain, terutama bahasa asing, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa
Jerman. Dalam bahasa tersebut, satu bunyi yang dilambangkan dengan satu huruf,
misalnya /a/ atau /g/, dapat diucapkan dengan berbagai wujud bunyi bergantung
pada bunyi atau fonem yang ada di sekitarnya. Lain halnya dengan bahasa
Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup
sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai
dengan apa yang tertulis. Tegasnya, lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan
dengan tulisan. Contoh:
a. teknik Lafal yang salah: tehnik Lafal yang benar: teknik [t e k n i k]
b. tegel Lafal yang salah: tehel Lafal yang benar: tegel [t e g e l]
c. energi Lafal yang salah: enerhi, enersi, enerji Lafal yang benar: energi
[e n e r g i]
Masalah lain yang sering muncul dalam pelafalan ialah mengenai
singkatan kata dengan huruf. Sebaiknya pemakai bahasa memperhatikan pelafalan
yang benar seperti yang sudah dibakukan dalam ejaan. Contoh:
a. TV Lafal yang salah: [tivi] Lafal yang benar: [t e ve]
b. MTQ Lafal yang salah: [emtekyu], [emtekui] Lafal yang benar: [em te
ki]
Hal yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan
pelafalan huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan
dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan
hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan sebagainya disesuaikan dengan
kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain.
Pertimbangan yang dimaksud ialah pertimbangan adat, hukum, agama,
atau kesejahteraan, dengan kebebasan memilih apakah mengikuti Ejaan Republik
(Soewandi) atau Ejaan yang Disempurnakan. Jadi, pelafalan nama orang dapat
saja diucapkan tidak sesuai dengan yang tertulis, bergantung pada pemilik nama
tersebut.
Demikian pula halnya dengan pelafalan unsur kimia, nama minuman, atau
nama obat-obatan, bergantung pada kebiasaan yang berlaku untuk nama tersebut.
Jadi, pemakai bahasa dapat saja melafalkan unsur tersebut tidak sesuai dengan
yang tertulis. Hal tersebut memerlukan kesepakatan lebih lanjut dari pakar yang
bersangkutan. Contoh:
a. coca Lafal yang benar: cola [ko ka ko la]
b. HCI Lafal yang benar: [Ha Se El]
c. CO2 Lafal yang benar: [Se O2]
Kaidah pelafalan yang perlu dibicarakan di sini ialah pelafalan bunyi /h/.
Pelafalan bunyi /h/ ada aturannya dalam bahasa Indonesia. Bunyi /h/ yang terletak
di antara dua vokal yang sama harus dilafalkan dengan jelas, seperti pada kata
mahal, pohon, luhur, leher, sihir. Bunyi /h/ yang terletak di antara dua vokal yang
berbeda dilafalkan dengan lemah atau hampir tidak kedengaran, seperti pada kata
tahun, lihat, pahit. Bunyi /h/ pada kata seperti itu umumnya dilafalkan dengan
bunyi luncur /w/ atau /y/, yaitu tawun, liyat, payit. Aturan ini tidak berlaku bagi
kata-kata pungut karena lafal kata pungut disesuaikan dengan lafal bahasa
asalnya, seperti kata mahir, lahir, kohir, kohesi.
2. Pemisahan Suku Kata
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu
dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku
kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir
setiap baris tulisan. Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata
berdasarkan kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir
baris setiap halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan. Penulisan harus
mengikuti kaidah-kaidah pemisahan suku kata yang diatur dalam Ejaan yang
Disempurnakan seperti berikut ini:
a. Apabila di tengah kata terdapat dua vokal berurutan, pemisahan
dilakukan di antara vokal tersebut. Contoh: Main ma-in, taat ta-at
b. Apabila di tengan kata terdapat dua konsonan berurutan, pemisahan
dilakukan di antara kedua konsonan tersebut. Contoh : ambil am-bil
undang un-dang.
c. Apabila di tengan kata terdapat konsonan di antara dua vokal
pemisahannya dilakukan sebelum konsonan. Contoh: bapak ba-pak
sulit su-lit.
d. Apabila di tengah kata terdapat tiga atau empat konsonan,
pemisahannya dilakukan di antara konsonan pertama dan konsonan
kedua. Contoh: bangkrut bang-krut instumen in-stru-men.
e. Imbuhan termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk partikel
yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, penyukuannya
dipisahkan sebagai satu kesatuan. Contoh: minuman mi-num-an
bantulah ban-tu-lah.
f. Pada akhir baris dan awal baris tidak diperkenankan ada huruf yang
berdiri sendiri, baik vokal maupun konsonan. Contoh:Salah ikut j- uga
masalah i- tu Benarikut ju-gaitu.
g. Tanda pemisah (tanda hubung) tidak diperkenankan diletakkan di
bawah huruf dan juga tidak boleh berjauhan dengan huruf, tetapi
diletakkan di samping kanan huruf. Contoh: Salah Benar pengam
bilan. bela – jar Benarpengam-bilan .bela-jar
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ejaan yang disempurnakan adalah kaidah cara menggambarkan/
melambangkan bunyi-bunyi ujaran (kata, kalimat dan sebagainya) dan bagaimana
hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam
suatu bahasa).
Penulisan huruf dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
mendapatkan penjelasan yang rinci untuk menciptakan keseragaman dalam
penulisannya. Ejaan yang Disempurnakan meletakkan kaidah-kaidah yang jelas
mengenai begaimana huruf-huruf herus di tulis dalam suatu kalimat.
Pemenggalan kata merupakan pemisahan huruf/kelompok huruf dari kata.
Sebelum melakukan pemenggalan kata, yang harus dipahami terlebih dahulu
adalah membedakan huruf vokal dengan huruf konsonan. Huruf vokal terdiri dari
a, i, u, e, o. Sedangkan huruf konsonan adalah huruf selain vokal contoh k, j, l, m,
n, j dan lain – lain.
Hal yang perlu mendapat perhatian ialah mengenai pemakaian dan
pelafalan huruf pada penulisan dan pelafalan nama diri. Di dalam kaidah ejaan
dikatakan bahwa penulisan dan pelafalan nama diri, yaitu nama orang, badan
hukum, lembaga, jalan, kota, sungai, gunung, dan sebagainya disesuaikan dengan
kaidah ejaan yang berlaku, kecuali kalau ada pertimbangan lain.
Setiap suku kata bahasa Indonesia ditandai oleh sebuah vokal. Huruf vokal itu
dapat didahului atau diikuti oleh huruf konsonan. Persukuan atau pemisahan suku
kata biasanya kita dapati pada penggantian baris, yaitu terdapat pada bagian akhir
setiap baris tulisan.
B. Saran
Pengguna bahasa tidak boleh melakukan pemotongan kata berdasarkan
kepentingan lain, misalnya mencari kelurusan baris pada pinggir baris setiap
halaman atau hanya untuk memudahkan pengetikan.
Ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia sekarang menganut sistem
ejaan fonemis, yaitu satu bunyi dilambangkan dengan satu tanda (huruf). Akan
tetapi, kenyataannya masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut terlihat
pada adanya fonem (bunyi) yang masih dilambangkan dengan dua tanda, yaitu
/ng/, /ny/, /kh/, dan /sy/. Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan
satu tanda saja, yaitu /e/ pepet dan /e/ taling. Hal ini dapat menimbulkan hambatan
dalam penyusunan ejaan bahasa Indonesia yang lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Parmin, Jack. dkk. 2011. Menulis Ilmiah: Buku Ajar MPK Bahasa
Indonesia. Surabaya: Unesa University Press.
Arifin, Zainal dan Tasai, Amran, Cermat Berbahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta: Akademika Pressindo, 2003, hlm
.170.
Rumaningsih, Endang, Mahir Berbahasa Indonesia, Semarang: Rasail,
2006, hlm. 77
Sumber: http:// istiqomahqoe.multiply.com/journal/item/8

Tulisanku

                                Nurul Hidayatullah Binti Andi Hasanuddin

       Dirimu                                     

 

Nafasku tersungkur melihat rupamu..

Menanarkan naluriku yang tersoren !

Ternoda oleh lentera noktahmu,

Yang tak berpenghujung !!

                       Ayakan dawaimu bak jentikan padaku..

Melenyapkan harapanku,

Laksana keheningan rembulan

Sontak enyah tertindih awan tebalmu !!

Gaungan sumringahmu,

Tak pernah lenyap di benakku..

Hingga dunia kecilku

Tak lagi hidup karna obsesimu,

Yang tak sejalan

Dengan orasi parade hidupku !!

                       Sungguh kejam dirimu,

Padaku..

Tak pernah mengerti

Inginku !!

 

Selasa, 4 Desember 2012

09.45 am Continue reading →